Minggu, 11 November 2012

CERPEN


PENANTIAN CINTA
Oleh: Khadijah ramadhanti

Semenjak kepergian Daffa ke Negeri Piramid untuk melanjutkan sekolahnya, Sarah terlihat sangat murung. Ia lebih memilih untuk mengurung diri di kamar dari pada bergaul dengan teman-temannya di lingkungan pesantren. Sarah telah kehilangan sosok pemberi semangat dalam hidupnya, sosok yang sangat ia hargai dan hormati.
Teringat akan kata-kata terakhir yang diucapkan Daffa, “Kamu harus semangat untuk melanjutkan sekolahmu dan jangan sampai mengecewakan ke dua orang tua, karena engkaulah satu-satunya tempat bergantungnya harapan orang tuamu”. Bercucurlah air mata Sarah mengingat kata-kata itu. Berminggu-minggu ia tidak mau makan, minum, bahkan di kelas yang dulunya ia periang, sekarang terlihat murung. Seringkali sahabatnya Rani menghibur agar ia kembali dengan sifatnya yang dulu. Minggu besok adalah hari terakhir Sarah di pesantren karena ia akan keluar dari pesantren itu, orang tuanya tidak mempunyai biaya untuk menyekolahkan Sarah di pesantren, karena adik-adiknya masih banyak yang membutuhkan uang untuk biaya pendidikan.
Hari yang ditunggu-tunggu itu datanglah, Rani sahabat Sarah merasa sangat kehilangan sosok teman yang selalu mengajari dan sekaligus sebagai kakak dalam pesantren Nurul Yakin. Kakak panggil Rani, “Kita pasti akan bertemu lagikan ?”. “Kamu tenang saja kakak akan sering-sering mengunjungi kamu dan kita makan bersama di kantinnya mbok minah, kamu maukan ?” tanya Sarah. “Iya kak saya mau”, jawab Rani. Kemudian Sarah berlalu meninggalkan pesantren yang sudah 2 tahun tempat ia menimba ilmu. Sesampainya di rumah ibu Sarah sangat sedih atas kepulangan Sarah ke rumahnya, karena ia merasa bersalah tidak bisa membiayai pendidikan Sarah sampai ke perguruan tinggi. Cita-cita Sarah yang ingin menyusul Daffa ke negeri piramid pupus sudah, padahal kata Pak Romlan yang mengajarnya di pesantren mengatakan bahwa Sarah mempunyai potensi untuk melanjutkan sekolah di Kairo, tapi kata-kata itu hanya tinggal kenangan. Ditambah lagi dengan harapan Sarah yang sangat kecil untuk bertemu dengan kekasih hati.
Raja siang telah enggan menamPakkan sinarnya. Sinar rembulan yang menggantikan raja siang untuk menyinari alam semesta, tetapi tidak untuk hati Sarah, karena yang bisa menyinari hati Sarah itu hanyalah Daffa sang pujaan hati. “APakah saya tidak pantas untuk merasakan indahnya cinta pada mahkluk yang Engkau ciptakan, Ya Allah berikanlah petunjuk bahwa Engkau mengizinkan hamba untuk menjaga hati hamba kepada Daffa dan berikanlah jalan untuk Daffa agar ia bisa menggapai cita-citanya dan segera kembali ke Indonesia”.
Di seberang sana di Negeri Piramid Daffa sibuk dengan tugas-tugas di kampus yang diberikan dosennya. Ia berharap bahwa suatu saat nanti setelah ia menjadi orang yang sukses ia dapat menyunting Sarah dan membahagiakan Sarah serta cintanya sampai di syurga. Amin Ya Rabbal ‘Alamin. Dalam hati ia berbisik, “Semoga Sarah menjaga hati dan kesuciannya untuk dirinya”. Tiba-tiba Thorik mengagetkan Daffa dengan suaranya yang keras, sampai-sampai teman-teman dari Indonesia yang juga menuntut ilmu di Kairo ikut kaget karena suara Thorik. “Kau ini mengagetkanku saja, memang tidak ada kerjaan ya ?”. “Habisnya sih kau melamun saja jangan-jangan kau memikirkan Sarah ya, ayoooo.....”!!!!. “Sudahlah Daffa tenang saja Sarah tidak akan berpaling ke lain hati”. Sarahku janganlah engkau lari daripadaku (dengan gaya orang yang sedang berpuisi Thorik menggoda Daffa). “Ada-ada saja kamu ini”, sambung Daffa.
“Oh ya rik, bagaimana cara menelpon ke Indonesia ?”. “Soalnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Pak Romlan, berkat beliau kita dengan mudah sampai di Kairo dan melanjutkan pendidikan Al-Azhar”, tanya Daffa ke Thorik. “Oh...ya ya, itu ide bagus, semenjak kita di Kairo belum ada menghubungi Pak Romlan”. Kemudian merekapun menghubungi Pak Romlan.
Di seberang sana Pak Romlan yang sedang asyik mengajari para santri membaca kitab kuning di pendopo masjid, dipanggil oleh salah seorang staf pengajar lain, Ustadzah Khadijah, bahwa ada telpon dari Kairo. “Assalamu’alaikum Pak ada telpon dari Kairo Pak untuk Bapak”. “Dari siapa Ustadzah ?” katanya dari nak Daffa. “Oh...tunggu sebentar, saya akan segera kesana”. Beberapa menit kemudian sampailah Pak Romlan di kantor majelis guru. “Assalamu’alaikum...!!”. “Wa’alaikum salam, ini saya Pak, Daffa”. “Oh.. nak Daffa, khaifa haluk nak Daffa ?”. “Alhamdulillahi bil khairi, wa anta Ustads ?”. “Alhamdulillah baik juga nak Daffa”. “Begini Pak, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak, berkat bantuan Bapak, kami akahirnya bisa kuliah di Kairo dan tahun depan Insya Allah akan wisuda”. “Alhamdulillah... semoga ilmu yang kamu dan teman-temanmu yang lain dapat dimanfaatkan dan bisa kembali ke Indonesia untuk mengajari adik-adik yang ada di pesantren ini”. “Bagaimana kabar santri-santri disana Pak ? Apa ada yang menyusul kami disini ?”.
“Kalau adik-adik kamu disini Alhamdulillah sehat, kelihatannya ada beberapa orang yang akan menyusul kamu disana, tapi ada salah seorang santri yang Bapak sayangkan dengan kemampuannya, padahal ia sangat cerdas dan mampu untuk melanjutkan pendidikan di Kairo, tapi ia sudah keluar dari pesantren ini”. “Kenapa begitu Pak ?”, “karena orang tuanya tidak mampu lagi membiayai pendidikannya disini”. “Kalau boleh saya tahu siapa santri itu Pak, mungkin kita disini bisa sedikit banyak membantu”. “Namanya Sarah Humaira, mungkin nak Daffa kenal dengannya, karena ia termasuk santri yang aktif di pesantren ini ?”
Mendengar kata-kata dari Pak Romlan, lemahlah seluruh persendian tubuh Daffa, ia merasakan bagaimana perasaan Sarah yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya, ia tahu bahwa Sarah ingin sekali melanjutkan pendidikannya di Kairo setelah tamat dari pesantren nanti. Daffa mencoba untuk tetap tenang, dengan suara lirih Daffa menjawab, “Apa yang harus kami lakukan untuk membantunya Pak ?”. “Saya rasa mungkin kita harus membujuknya untuk kembali ke pesantren tanpa harus memikirkan biaya pendidikannya dan mengajukan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan Sarah ke Kairo”. “Itu ide yang sangat bagus Pak, kami disini juga akan mencarikan sedikit dana dan tempat tinggal untuk ia di Kairo nanti dan juga para santri yang lain”. “Ya sudah untuk masalah itu Bapak serahkan kepada nak Daffa  dan teman-teman”. “Baiklah nak Daffa hati-hati disana, Assalamu’alaikum”. “Wa’alaikum salam jawab Daffa”.
Setelah pembicaraan singkat Daffa dengan Pak Romlan, Daffa segera mengambil wudhuk dan sholat Isya, selesai sholat Daffa memanjatkan do’a kepada sang pencipta agar diberikan jalan kepada Sarah untuk bisa melanjutkan pendidikannya ke Kairo, dengan sangat khusuk dan bercucuran air mata  Daffa memohon agar Allah swt mengabulkan do’anya. Daffa mencintai Sarah bukan karena kecantikan Sarah, tetapi karena kesopanan, kelembutan, kebaikan hati, dan ketaatannya sebagai hamba Allah swt.
Tetapi Allah berkehendak lain, Sarah tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke Kairo. Sarah hanya bisa melanjutkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi islam di Semarang. Sarah dan Daffa melalui hari-hari mereka dengan kegiatan masing-masing. Hari berganti dengan minggu, minggu berganti dengan bulan, dan bulanpun berganti dengan tahun, tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, ternyata sudah 5 saja Daffa tidak bertemu dengan Sarah.
Tepat pada tanggal 20 Februari 2012, Daffa telah menyelesaikan studinya dan jika Allah mengizinkan 2 minggu lagi ia akan pulang ke tanah air dengan membawa prestasi sebagai mahasiswa terbaik di Universitas Al-Azhar, Kairo. Dua minggu kemudian Daffa dan mahasiswa Indonesia lainnya pulang ke Indonesia dengan membawa prestasi dan oleh-oleh yang telah mereka persiapkan sebelumnya.
Jam 17.00 waktu Indonesia bagaian barat pesawat Garuda Indonesia Airways yang membawa Daffa dan penumpang lainnya mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Setelah turun dari pesawat Daffa disambut oleh keluarga, Pak Romlan, dan tentunya Sarah yang sudah lama ingin berjumpa dengan Daffa.
Betapa gembiranya Daffa hari itu. Dua hari sesudah kepulangan Daffa ke Indonesia, Pak Romlan menawarkan Daffa mengajar di pesantren Nurul Yakin. Dengan senang dan ikhlas Daffa menerima tawaran Pak Romlan dan esok harinya Daffapun sudah mulai mengajar di sana. Sore itu selesai mengajar Daffa berniat menceritakan perasaannya terhadap Sarah kepada Pak Romlan bahwa ia ingin Pak Romlan mengkhitbah Sarah untuk dirinya. Mendengar keinginan Daffa Pak Romlan dengan senang hati membantu Daffa untuk menyampaikan keinginannya mengkhitbah Sarah kepada orang tua Sarah. Penantian cinta yang panjang antara Daffa dan Sarah berakhir  dengan bahagia. Merekapun menjadi sebuah keluarga yang dirindu syurga.

The end

Tidak ada komentar:

Posting Komentar